Info Terkini: Libur Hari Raya Idul Fitri Tanggal 8 s.d 15 April 2024, Masuk Kembali 16 April 2024 --------> Penilaian Sumatif Akhir Tanggal 20 Mei s.d 5 Juni 2024 --------> Libur Semester Genap Tanggal 15 Juni s.d 6 Juli 2024 -----------> BERDIKARI = BERPRESTASI, DISIPLIN, KREATIF, AKTIF, RELIGIUS DAN INOVATIF

DIRGAHAYU PEPMPROV KALBAR

Upacara Memperingati HUT Pemprob Kalbar Ke 67 di Lapangan Kantor Bupati Sambas

Hari Pahlawan 2023

Semangat Pahlawan Untuk Masa Depan Bangsa Dalam Memerangi Kemiskinan Dan Kebodohan

Berakhlak-Bangga Melayani Bangsa

Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif

PELAKSANAAN UJI KOMPETENSI

KEGIATAN DILAKSANAKAN MULAI TANGGAL 9-12 OKTOBER 2023

PELEPASAN SISWA/SISWI TAHUN 2023

KEGIATAN DILAKSANAKAN HARI KAMIS, 4 MEI 2023 DI GEDUNG SERBAGUNA LUMBANG

KUNJUNGAN KADIS PEND DAN KEB PROV. KALBAR

KEGIATAN DI SMKN 1 SAMBAS KAMPUS 1

EXPO KREATIF SISWA SMK

Diselenggarakan di Sanggau Kapuas, Hotel Harvey Sanggau

Festival Daerah

SMKN 1 Sambas mengikuti lomba Festival Daerah dengan menampilkan tari Tandak Sambas

VAKSINASI SISWA SMKN 1 SAMBAS

Peninjauan Pelaksanaan Vaksinasi Di SMK N 1 Sambas Oleh Bupati Sambas

HUT RI KE 76 TAHUN 2021

Perwakikan Paskibra SMK N 1 Sambas

KIRAB PEMUDA 2018

jUARA 1 TARI DAN JUARA 3 PAWAI

PERESMIAN GEDUNG BARU

OLEH BUPATI SAMBAS H. ATBAH ROMIN SUHAILI, Lc

HUT SMK KE 50 TAHUN

Potong Kue Oleh Kepala Sekolah dan Kepala Sekolah Sebelumnya

UJIAN NASIONAL TAHUN 2015

Kunjungan Bupati Sambas Dan Kadis Pendidikan Kab. Sambas

Selasa, 31 Maret 2009

Komite Sekolah; Sejarah dan Prospeknya di Masa Depan

Satu hal yang patut disyukuri pada era reformasi adalah imbas positif terhadap dunia pendidikan. Otonomi daerah yang dilegalisasi lewat Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan kemudian disempurnakan menjadi UU Nomor 32 tahunn 2004, menjadi rahim yang telah melahirkan desentralisasi pendidikan.

Judul : Komite Sekolah; Sejarah dan Prospeknya di Masa Depan
Penulis : Ir. Sri Renani Pantjastuti, M.Si., Drs. Agus Haryanto, M.Ed.,
Drs. Suparlan, M.Ed., dan Yudistira, S.Sos., M.Si.
Penerbit : Hikayat Publishing
Terbit : April 2008
Tebal : 140 hal + xii

Satu hal yang patut disyukuri pada era reformasi adalah imbas positif terhadap dunia pendidikan. Otonomi daerah yang dilegalisasi lewat Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan kemudian disempurnakan menjadi UU Nomor 32 tahunn 2004, menjadi rahim yang telah melahirkan desentralisasi pendidikan. Paradigma lama yang menempatkan pemerintah pusat sebagai pemegang kebijakan utama (sentralisasi) dikikis sedemikian rupa menjadi paradigma baru yang lebih populis.


Ciri utama desentralisasi pendidikan yaitu pelibatan orangtua siswa dan masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan. Dua komponen ini bekerjasama dengan sekolah, duduk dalam satu meja, merencanakan dan mendiskusikan bagaimana menyelesaikan masalah pemerataan pendidikan sekaligus juga meningkatkan mutu pendidikan.

Dulu, sebelum orde reformasi, antara orangtua dan pihak sekolah diwadahi dalam lembaga Persatuan Orangtua Murid dan Guru (POMG). Kemudian, sejak 1993, POMG berubah menjadi Badan Pembantu Pelaksanaan Pendidikan (BP3). Badan inilah yang secara fungsional membantu sekolah menyelesaikan persoalan pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Namun dalam perjalanannya badan ini sekadar berperan dalam aspek finansial. Secara hirarkis pun dikontrol oleh kepala sekolah dan menjadi alat legalnya untuk menarik berbagai pungutan kepada orangtua siswa.

Memasuki era desentralisasi pendidikan, upaya pelibatan orangtua dan sekolah dalam satu wadah diperkaya lagi dengan memasukkan unsur masyarakat. Ketiga komponen ini disatukan dalam wadah Komite Sekolah sesuai Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite sekolah.

Komite Sekolah merupakan badan mandiri yang dibentuk dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Ia menjadi ruang bagi orangtua, masyarakat, dan pihak sekolah menyampaikan aspirasi dan merumuskan kebijakan bagi peningkatan pendidikan di sekolah. Ia merupakan badan independen yang tidak memiliki hubungan hirarkis dengan Kepala Sekolah. Ia menjadi mitra kepala sekolah dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam memajukan sekolah.

Buku ini mengupas secara rinci perjalanan Komite Sekolah sejak awal berdiri hingga perkembangan terkini. Diuraikan pula integralitas pendidikan yang oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara disebut Tripusat Pendidikan. Ki Hajar Dewantara mengatakan pendidikan berlangsung di keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Hasil analisis buku ini menyatakan, relasi antara pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat (Tripusat Pendidikan) di Indonesia pada saat ini masih berkisar antara paradigma lama dan transisional. Hal demikian terindikasi dalam kondisi sebagai berikut: (1) Keluarga, sekolah, dan masyarakat masih memandang hasil belajar siswa lebih pada sisi kemampuan akademik dan pengetahuan, (2) Hubungan keluarga dan sekolah masih bersifat satu arah, hirarkis, dan birokratis, (3) Antara keluarga dan sekolah masih bersifat saling defensif, (4) Perbedaan kultural dan sosial masih kurang mendapatkan perhatian secara wajar, (5) Sekolah sering memandang masyarakat sebagai orang lain atau pihak yang berada di luar sekolah, kecuali diperlukan.

Paradigma tersebut sangat memengaruhi perjalanan Komite Sekolah. Bahkan terjadi pula “ketegangan-ketegangan” seputar relasi antara Komite Sekolah dan Kepala Sekolah. Di lapangan, pada sejumlah kasus, Komite Sekolah hanya sebagai “stempel” Kepala Sekolah. Ia menjadi alat legalisasi Kepala Sekolah dalam menentukan berbagai kebijakan di sekolah. Di kutub berbeda, Komite Sekolah memosisikan diri lebih superior ketimbang Kepala Sekolah. Apapun gerak-gerik Kepala Sekolah diawasi. Bila Kepala Sekolah melakukan kesalahan sekecil apapun, Komite Sekolah akan mengadukannya kepada Dinas Pendidikan setempat. Kalau perlu, diusulkan untuk diganti.

Buku ini ditulis secara bersama oleh Ir. Sri Renani Pantjastuti, M.Si., Drs. Agus Haryanto, M.Ed., Drs. Suparlan, M. Ed., dan Yudistira, S.Sos., M.Si. Semuanya bekerja di Bagian Perencanaan Sekretariat Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Kendati kesemua penulis nota bene bagian dari aparat birokrasi, namun dalam penyajian buku ini mereka seolah “melupakan” atribut tersebut. Catatan-catatan mereka amat kritis terhadap aparat birokrasi pendidikan yang menyebabkan pendidikan makin merosot.

Itu terlihat dalam sikap mereka terhadap kasus bunuh diri yang dilakukan siswa lantaran belum membayar uang sekolah. “Jika di satu sekolah terdapat siswa bunuh diri karena malu belum membayar uang sekolah, maka apakah yang harus dilakukan oleh guru, Kepala Sekolah, Ketua Komite Sekolah, Ketua Dewan Pendidikan, Kepala Desa, atau juga Kepala Dinas Pendidikan di Kabupaten/Kota, dan juga Bupati atau Walikotanya? Hanya ada satu jalan keluar yang mungkin dipandang sangat tepat, yakni mengundurkan diri secara jantan dari jabatan yang diemban. Karena fenomena itu dapat menjadi bukti tentang ketidakmampuannya mengurus pendidikan.” (hal.116-117).

Dengan mengambil posisi demikian, mereka dapat secara kritis dan komprehensif memandang Komite Sekolah. Pembahasannya juga dilengkapi contoh kasus di lapangan sehingga buku ini jauh dari kesan Buku Panduan.

Buku ini sangat layak dijadikan referensi bagi aparat birokrasi pendidikan, akademisi, dan masyarakat umum yang ingin mengenal Komite Sekolah lebih dekat lagi. Berguna pula bagi para pengambil kebijakan yang menginginkan dunia pendidikan menjadi lebih baik.


Jumat, 13 Maret 2009

Sistem Pendidikan Nasional

Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

.: Jalur Pendidikan

Jalur pendidikan terdiri atas:

  1. pendidikan formal,
  2. nonformal, dan
  3. informal.

Jalur Pendidikan Formal

Jenjang pendidikan formal terdiri atas:

  1. pendidikan dasar,
  2. pendidikan menengah,
  3. dan pendidikan tinggi.

Jenis pendidikan mencakup:

  1. pendidikan umum,
  2. kejuruan,
  3. akademik,
  4. profesi,
  5. vokasi,
  6. keagamaan, dan
  7. khusus.

Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Pendidikan dasar berbentuk:

  1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
  2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.

Pendidikan menengah terdiri atas:

  1. pendidikan menengah umum, dan
  2. pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk:

  1. Sekolah Menengah Atas (SMA),
  2. Madrasah Aliyah (MA),
  3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
  4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Perguruan tinggi dapat berbentuk:

  1. akademi,
  2. politeknik,
  3. sekolah tinggi,
  4. institut, atau
  5. universitas.

Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Pendidikan nonformal meliputi:

  1. pendidikan kecakapan hidup,
  2. pendidikan anak usia dini,
  3. pendidikan kepemudaan,
  4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
  5. pendidikan keaksaraan,
  6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
  7. pendidikan kesetaraan, serta
  8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:

  1. lembaga kursus,
  2. lembaga pelatihan,
  3. kelompok belajar,
  4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
  5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan Informal

Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

.: Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.

Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:

  1. Taman Kanak-kanak (TK),
  2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:

  1. Kelompok Bermain (KB),
  2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

.: Pendidikan Kedinasan

Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

.: Pendidikan Keagamaan

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan keagamaan berbentuk:

  1. pendidikan diniyah,
  2. pesantren,
  3. pasraman,
  4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

.: Pendidikan Jarak Jauh

Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.

Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.



.: Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Daftar Istilah

Pendidikan
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional
Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Sistem pendidikan nasional
Keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Peserta didik
Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Jalur pendidikan
Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Jenjang pendidikan
Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Jenis pendidikan
Kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

Satuan pendidikan
Kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Pendidikan formal
Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal
Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan informal
Jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan anak usia dini
Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan jarak jauh
Pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

Standar nasional pendidikan
Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wajib belajar
Program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Warga Negara
Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat
Kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

Pemerintah
Pemerintah Pusat.

Pemerintah Daerah
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.

Menteri
Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.




Senin, 09 Maret 2009

PROGRAM DITPSMK 2009

Rekapitulasi Program Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun 2009
dapat dilihat di sini http://nefertum.ditpsmk.net/panlak2009



BAHAN PAPARAN SERTIFIKASI GURU

File Paparan Materi Sertifikasi Guru yang disampaikan oleh Bapak Nurzaman dalam rakor di Batavia tanggal 19 Februari 2009.

File dapat diunduh pada link: Paparan Materi Sertifikasi Guru

Semoga Bermanfaat,




Kamis, 05 Maret 2009

Peluncuran Sistem Dapodik v 2.0Beta

Untuk meningkatkan efektifitas serta memudahkan dalam melakukan pemutakhiran Data Pokok Pendidikan Nasional (DAPODIK) terhitung sejak tanggal 2 Maret 2009 telah diluncurkan Sistem DAPODIK v 2.0beta dengan beberapa fitur baru sebagai berikut :


  1. Perluasan akses DAPODIK sampai ke tingkat sekolah dengan prosedur sebaai berikut :
    • Sekolah mengajukan permintaan akun operator Dapodik ke Dinas Pendidikan (unduh format surat)
    • Setelah disetujui, operator Dinas Pendidikan membuat akun baru operator Dapodik untuk sekolah dan menyerahkan kepada sekolah.
    • Operator sekolah melakukan aktifasi akun yang telah dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan
    • Operator Sekolah dapat menggunakan akun tersebut di sekolah
  2. Pemutakhiran teknologi basis data (database) untuk meningkatkan kehandalan akses data.
  3. Tampilan antar muka aplikasi Dapodik yang lebih memudahkan operator dengan berbasis teknologi web 2.0
  4. Perubahan aturan dan prosedur (perubahan dapat dilihat pada bagian ATURAN DAN PROSEDUR
    pada situs ini)
  5. Layanan Apllication Programming Interface (API) dengan tujuan untuk keperluan interkoneksi antara sistem database Dapodik dengan sistem aplikasi eksternal lain yang dikembangkan mandiri oleh pihak sekolah atau pihak Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten tetap disedikan dengan manajemen yang lebih baik.
  6. Informasi rekapitulasi data siswa berdasarkan :
    • Jenjang sekolah (SD, SMP, SMA dan SMK)
    • Status sekolah (Swasta dan Negeri)
    • Jenis Kelamin (Laki-laki dan Perempuan)